Mengenai Saya

Foto saya
Pare-Kediri, Jawa Timur, Indonesia

Selasa, 12 April 2011

Status Gizi


Definisi status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi dapat dibedakan antara status gizi buruk,kurang, baik, dan lebih. (Sunita, 2009)
Menurut Supariasa, status gizi adalah Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Contohnya adalah gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh. (Supariasa, 2002)
Antropometri Gizi
 Pengertian antropometri
Antropomeri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. (Supariasa, 2002)
Secara harfiah, Antropometri berarti pengukuran badan. antropometri bisa sangat luas terapannya, tergantung pada pemahaman teoritis ilmuan untuk mengaplikasikannya. Pemahaman ini mencakup bidang ilmu kedokteran, kesehatan, biologi, pertumbuhan, gizi, dan patologi. (Etty, 2009)
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. (Narendra, 2006)

Keunggulan antropometri
a.       Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.
b.      Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan kegiatan antropometri.
c.       Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat.
d.      Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
 (Supariasa, 2002)
Kelemahan antropometri
a.       Tidak sensitif, karena metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu.
b.      Faktor diluar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri.
c.       Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d.      Kesalahan ini terjadi karena:
1.      Pengukuran
2.      Perubuhan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
3.      Analisa dan asumsi yang keliru
e.       Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan :
1.      Latihan petugas yang tidak cukup
2.      Kesalahan alat atau alat tidak ditera
3.      Kesulitan pengukuran
(Supariasa, 2002)
Penilaian status gizi
Menurut Supariasa (2002), ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri. Untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, 2002).
Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980)  yang dikutip oleh Supariasa (2002), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month). Sebagai contoh umur 4 bulan 5 hari dihitung 4 bulan dan umur 3 bulan 27 hari dihitung 3 bulan.
2. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil keseluruhan peningkatan jaringan-jaringan yang ada pada tubuh, merupakan indikator tunggal yang terbaik pada saat ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang. (Hariono, 2002)
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain:
a.       Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
b.      Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
c.       Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas.
d.      Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur.
e.       KMS (Kartu Menuju Sehat) digunakan sebagai alat untuk memonitor kesehatan anak menggunakan berat badan sebagai dasar pengisiannya.
f.       Alat pengukur dapat diperoleh didaerah pedesaan dengan ketelitian yang tinggi.
(Supariasa,2002)
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang yaitu dengan cara subyek berdiri diatas timbangan klinik dengan pakaian minimal atau pakaian renang. (Etty,2009)
Pengukuran berat badan dapat menggunakan timbangan elektronik , bayi dalam keadaan telanjang atau pada anak yang memakai baju dalam saja. Timbangan lain yang dapat digunakan dengan tepat adalah timbangan yang menggunakan dacin atau timbangan injak yang secara teratur ditera untuk menjaga ketepatannya. Usahakan agar jarum penunjuk selalu pada angka 0 setiap akan dilakukan penimbangan. (Narendra,2002)
3. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang penting dengan keistimewaan adalah tinggi badan akan meningkat terus menerus. Oleh karena itu nilai tinggi badan dipakai untuk dasar perbandingan terhadap perubahan-perubahan relatif seperti nilai berat dan lingkar lengan atas. (Hariono, 2002).
Untuk anak diatas 2 tahun dilakukan pengukuran dengan berdiri menggunakan alat microtoise. Tujuan pengukuran adalah mendapat catatan jarak tinggi dari permukaan puncak kepala hingga telapak kaki. (Narendra, 2002)
Indeks antropometri (Berat Badan menurut Tinggi Badan)
            Indeks-indeks dalam antropometri bermanfaat untuk mengetahui proporsi, dan lebih mudah membandingkan dengan populasi lainnya. (Etty, 2009)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe, 1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). Indeks BB/TB adalah indeks yang independen terhadap umur. (Supariasa, 2002)
2.2.6 Penggunaan indeks antropometri
Untuk menginterpretasikan Indeks antropometri dibutuhkan ambang batas (cut of point) yang dapat disajikan ke dalam tiga cara yaitu:
1.      Persen terhadap median
Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan dalam 100% (untuk standar).
(Supariasa,2002)
2.      Persentil
Persentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada di atasnya dan setengahnya berada dibawahnya . National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke-5 sebagai batas gizi baik dan kurang serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.
(Supariasa, 2002)
3.      Standar deviasi unit (SD)
Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan.
·         1 SD unit (Z-skor) kurang lebih sama dengan 11%  dari median BB/U
·         1 SD unit (Z-skor) kira-kira 10%  dari median BB/TB
·         1 SD unit (Z-skor) kira-kira 5%  dari median BB/U
Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi dinyatakan dalam bentuk positif dan negatif 2 SD unit (Z-skor) dari median, yang termasuk hampir 98% dari orang-orang yang diukur yang berasal dari referens populasi. Dibawah median -2SD unit dinyatakan sebagai kurang gizi yang ekuivalen dengan :
·         78% dari median untuk BB/U (kurang lebih 3 persentil)
·         80% median untuk BB/TB
·         90% median untuk TB/U
Rumus perhitungan Z-skor:
Gizi anak-anak di negara yang populasinya relatif gizi baik (well nourished) distribusi tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi (BB/TB) sebaiknya menggunakan persentil. Untuk anak-anak di negara yang populasinya relatif bergizi kurang (undernourished), lebih baik digunakan skor simpang baku sebagai pengganti persen terhadap median baku rujukan.
(Supariasa,2002)
Klasifikasi status gizi berdasarkan SK Mentri Kesehatan RI nomor : 920 / Menkes/SK/VIII/2002
Cara penilaian status gizi
1.      Nilai indeks antropometri (BB/U, TB/U atau BB/TB) dibandingkan dengan nilai rujukan WHO-NCHS.
2.      Dengan menggunakan ambang batas untuk masing-masing indeks, maka status gizi anak dapat ditentukan
3.      Istilah status gizi dibedakan untuk setiap indeks yang digunakan agar tidak terjadi kerancuan dalam interpretasi.
Klasifikasi status gizi berdasarkan SK Mentri Kesehatan RI nomor : 920 / Menkes/SK/VIII/2002
Tabel 1: Klasifikasi Status Gizi

Indeks  Status Gizi Ambang Batas
BB/U Gizi Lebih > + 2 SD
Gizi Baik > - 2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang < - 2 SD sampai >/= -3 SD
Gizi Buruk < - 3 SD
TB/U Normal >/= 2 SD
Pendek (stunted) < - 2 SD
BB/TB Gemuk > + 2 SD
Normal > /= - 2 SD sampai +2 SD
Kurus (Wasted) < - 2 SD sampai >/= -3 SD
Kurus sekali < - 3 SD
(SK Menkes,2002)
Daftar Pustaka:
1. Ahmad Suryawan, Irwanto. 2008, Prinsip Dasar Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak. In: Moersintowati B Narendra, IGN Gde Ranuh. Deteksi Dini Tanda dan Gejala Penyimpangan Dan Pertumbuhan Anak. Sagung Seto. Jakarta.  pp. 8-43.
2. Depkes RI. 2002. SK Mentri Kesehatan RI No: 920/Menkes/SK/VIII/2002 Tentang Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita). viewed 10 Oktober 2010.  KMK920-0802-G.pdf>.
3. Etty Indriati. 2009. Antropometri Untuk Kedokteran, Keperawatan, Gizi dan Olahraga. Citra Aji Parama. Yogyakarta
4. Hariono. 2002. Pertumbuhan Fisik Anak. In:  Moersintowati B Narendra, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Edisi 1. Sagung Seto. Jakarta. pp 51-61.
5. Hariono. 2002. Pertumbuhan Fisik Anak. In: Moersintowati B Narendra. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Edisi 1. Sagung Seto. Jakarta. pp 51-61.
6. IDN Supariasa, dkk. 2002. Antropometri Gizi. In: Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta. pp. 27-87.
7. IDN Supariasa, dkk. 2002. Konsep Dasar Timbulnya Masalah Gizi. In: Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta. pp. 1-16.
8. IDN Supariasa, dkk. 2002. Metode Penilaian Status Gizi. In: Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta. pp. 17-26.
9. Sunita Almatsier. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar